Selasa, 04 Oktober 2011

estetika dan stilistika satra


Pendahuluan

            Setiap seniman memiliki nilai estetika dan stilistika didalam dirinya, akan melihat hal-hal yang berada disekitar mereka dapat mengoprasikan nilai-nilai estetika dan stilistika yang berbeda-bedadi dalam dirinya. Contohnya tolak ukur kecantikan terhadap seorang gadis berbeda-beda. Karya sastra, meskipun secara keseluruhan menggunakan medium bahasa, baik lisan maupun tertulis, selalu menampilkan keindahan yang berbeda-beda. Berubah sepanjang waktu.
Proses kreatif hampir sama pada semua karya seni. Pembedanya semata-mata karena penggunaan media. Atas dasar keterbatasan manusia di satu pihak, pendalaman terhdap objek di pihak yang lai, pada umumnya seniman hanya menguasai salah satu dari keberagaman karya seni yang ada. Estetika dan stilistik berkaitan dengan aspek-aspek mental psikologis. Karya seni diciptakan oleh seniman, maka kelompok pertama yang menikmatinya adalah para seniman itu sendiri, setelah itu baru dinikmati oleh masyarakat secara luas.
Sulit membedakan antara keindahan dan ketrampilan. Segala sesuatu bisa disebut inda, baik dalam kehidupan karya seni maupun dalam kehidupan sehari-hari, dilakukan melalui proses aktivitas yang terampil. Yang dengan sendirinya memanfaatkan teknik-teknik tertentu, sesuai dengan bidangnya. Semua orang memiliki aktivita, tetapi semuanya tidak melakukanya secara terampil. Karya yang dihasilkan tidak semuanya indah. Dalam keindayhan ada ketrampilan, meskipun belum tentu sebaliknya.








A. Estetika Sastra
1. HAKIKAT  ESTETIKA
            Kajian estetika akan mengungkap keindahan karya satra. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa. Melalui eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek keindahan yang optimal. Keindahan adalah sebuah aplikasi dari intresa dan inscape. Intresa adalah pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap cipta kreatif terhadap seorang sastrawan; sedangkan inscape adalah pemahaman atau kekuatan melihat sesuatu dengan pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan kebenaran Tuhan.
            Keindahan adalah dunia ide/gagasan yang terbesit siratan illahi. Jadi keindahan akan mengacu kepada Tuhan, keindahan dapat dibedakan menjadi tiga: (a) keindahan dalam arti luas. Yaitu keindahan yang identik dengan kebenaran, (b) keindahan dalam estetik murni, yaitu keindahan dalam pengalaman sastrawan, yang mempengaruhi seseorang merasa indah atau tak indah, (c) keindahan sederhana, yaitu keindahan yang hanya terbatas pada tangkapan panca indra.
            Menurut  Braginsky (Teeuw, 1988:354) ada tiga aspek keindahan. (1) dari aspek otologisnya, ada keindahan puisi sebagai pembayangan kekayaan Tuhan, (2) dari aspek imanen, dari yang indah, yang terungkapkan dalam kata-kata seperti ajaib, tamasya, dll, (3) dari aspek psikologis, yaitu efek kepada pembaca menjadi heran, birahi, suka, lupa dan sebagainya.Yang patut diketahui, estetika satra yang universal hampir tidak ada . keindahan karya satra umumnya terbatas pada wilayah itu sendiri. Maksudnya, estetika sastra Indonesia, Inggris, Jawa, Sunda dan sebagainya memiliki kekhasan masing-masing.
2. ANALISIS ESTIKA
            Jan Mukarovsky adalah pencetus penelitian model estetika. Ia menyebutkan bahwa munculnya telaah estetik tidak terlepas dari penelitian formalisme yang mengarah pada strukturalisme modern. Memang estetika struktural sering mendapat kecaman pedas, karena objek estetika itu sendiri kurang jelas. Estetika sendiri juga sering berubah-ubah pada setiap genre. Itulah sebabnya masalah estetika bisa menjadi kering, karena kkaburan apa yang hendak dilacak. Baru menjelang abad ke 20, muncul studi estetika Dessoir dalam bukunya Asthetik und Allgemeine Kunswissenschalft dia membagi dua estetika, yaitu (1) objektivisme estetik, adalah semua teori estetik yang dapat mencari ciri-ciri pembeda estetik berdasarkan aturan obyek, tidak dalam karakter tentang subyek yang menikmatinya, (2) Subyektivisme estetik, adalah teori yang memahami estetika sebagai suatu ilmu tentang jenis sikap, pemgalaman batin, aau gema psikis tertentu (Fananie, 2001:124).
            Mukarovsky membagi tahapan penelitian estetika menjadi tiga yaitu: (1) dicurahkan pada obyek itu sendiri yaitu organisasi internal karya yang sedang dikaji, (2) meneliti tertimologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu perangkat norma-norma yang terpercaya untuk sebuah kolektivitas tertentu yang diimplemasikan oleh setiap karya satra, dan (3) subyek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur supra-individu yang pasif, tetapi sebagai suatu kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama terjadi individu itu.
            Estetika structural memberikan perhatian pada tiga fenomena yang secara tetap saling berpengaruh, yaitu artistik, estetik, estra astistik dan ekstra estetik, dan tegangan yang ada diantara bidang tersebut saling mempengaruhi pengembangan masing-masing. Dalam nukunya Aesthetics Funtian, Norm, and Values as Social Facts, Mukarovsky memberikan tiga konsep aksologi estetik yang terdiri atas fungsi, norma, dan nilai. Fungsi berarti hubungan aktif antara objek dan tujuan dipainya objek tersebut. Nilai adalah keagungan objek tersebut dalam suatu hasil. Norma adalah aturan yang mengatur bidang dari bermacam-macam fakta atau kategori nilai. Selain itu, selain itu bidang yang ditonjolkan dalam estetik satra ialah pembalikan kelaziman hubungan antara norma dan nilai.
            Pengalaman estetik pembaca akn bergabung dengan tanda (semiotik) teks sastra yang terus-menerus untuk menentukan makna. Akibatnya terdapat hubungan dinamik dan tegangan yang kontinuantara teks, pencipta, dan pembaca. Hubungan ketiganya akan terjalin dalam proses konkretisasi. Yakni, suatu proses pemaknaan karya satra. Proses estetika structural ini berkembang menjadi dynamic structuralism.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar